Ditulis Oleh: Syarah Oktrissyanti
Impian akan terwujud dengan usaha dan doa. Yakinlah, Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hambanya,
“Syarah, Ibu dan Bapak ingin sekali pergi ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh!” ucap ibuku.
Aku selalu teringat ucapan itu. Selalu kupanjatkan doa dan berusaha agar impianku dan orang tuaku bisa terwujud. Pergi beribadah ke Tanah Suci adalah impian semua umat Muslim. Ketika itu, aku sudah bekerja dan bisa menghasilkan uang sendiri. Saat sekolah dulu, setiap kali ditanya cita-cita, aku selalu menjawab mau menjadi dokter atau guru. Setelah dewasa, impian pun berubah menjadi ingin memberangkatkan orang tua ke Tanah Suci sesuai keinginan mereka.
Impian itu sangat kuat di hatiku. Pendapatanku selalu disisihkan untuk menabung, di luar dari kebutuhan sehari-hari. Dengan tekad yang kuat, bekerja dengan niat ibadah untuk menggapai impian, meringankan langkahku dalam bekerja. Karena apa yang kuraih adalah hasil dari doa orang tuaku yang diijabah oleh Allah.
Alhamdulillah, usahaku tidak sia-sia. Akhirnya semua terwujud pada waktunya, Allah meridai impian itu. Aku bisa memberangkatkan orang tua ke Tanah Suci, walaupun hanya untuk melaksanakan ibadah umroh, karena untuk keberangkatan ibadah haji membutuhkan waktu yang sangat lama, harus menunggu proses antre dari Departemen Agama. Dengan bersemangat, aku sampaikan kabar gembira kepada orang tuaku bahwa sudah mendaftarkan mereka ke Tanah Suci.
“Asalamualaikum, Pak, Bu. Syarah ingin mengabarkan, insyaallah bulan depan kita akan berangkat ke Tanah Suci bersama-sama,” ucapku. Dengan suara terkejut, orang tuaku langsung menjawab, “Alhamdulillah, Allahu Akbar!”
Mereka melepaskan handphone dan langsung sujud syukur. Tiga hari kemudian, orang tuaku pun langsung berangkat ke Jakarta untuk mempersiapkan keberangkatan ke Tanah Suci.
Seminggu sebelum keberangkatan, kami melaksanakan manasik umroh selama satu hari. Di sana, kami bertemu dengan jemaah umroh lainnya dari berbagai daerah. Di sana diberipenjelasan pelaksanaan umroh, dilakukan penyuntikan meningitis, dan dibagikan perlengkapan umroh seperti koper, tas jinjing, selempang, mukena, dan baju batik yang bertuliskan nama travel. Sedangkan untuk tambahan perlengkapan lain, jemaah mempersiapkan sendiri perlengkapan yang dibutuhkan masing masing.
“Yuk, kita belanja perlengkapan umroh di Tanah Abang Pak, Bu,” ajakku.
“Alhamdulillah, ayo!” jawab bapakku. Ibuku pun ikut setuju.
Akhirnya, waktu yang dinantikan pun tiba. Keberangkatan kami diantar oleh keluarga yang lain di bandara. Dengan mengucap bismillah, kami siap menaiki pesawat dengan waktu yang cukup lama di udara.
Sesampainya di sana, perasaan menjadi campur aduk. Bahagia, menangis, terharu, sedih, dan merinding menginjakkan kaki beribadah di Tanah Suci. Apalagi bisa melihat Ka’bah yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Suatu pengalaman paling berkesan dalam hidup yang wajib disyukuri bisa melihat sendiri tanda kebesaran Allah. Rasanya ingin menetap, tidak ingin cepat pulang. Semoga bisa ke sana lagi. Amin. ***